Prinsipnya, semua agama punya misi suci sebagai pembawa kedamaian, yang dalam istilah Islam disebut rahmatal lilalamin. Hanya persoalannya, terkadang ekspresi keagamaan dari oknum pemeluk agama tampil eksklusif monolitik, sehingga menutup diri untuk memberi ruang terhadap kebenaran yang dibawa orang lain.
Demikian diungkapkan Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jember, Jawa Timur, KH Abdullah Syamsul Arifin saat memberikan sambutan pada Seminar Persatuan di Hotel Bandung Permai, Jember, Sabtu (29/9).
Menurutnya, ekspresi keagamaan yang eksklusif itu, salah satunya disebabkan oleh adanya kesalah pahaman dalam membaca teks-teks agama hingga mengakibatkan disfungi agama sebagai perekat sosial. “Yang ada malah agama itu tampil sebagai sumber konflik yang kemudian melegitimasi kekerasan atas nama agama,” kata kiai yang juga dosen di pascasarjana IAIN Jember tersebut.
“Ketika agama ditampilkan seperti itu, jelas tidak sejalan dengan misi agama saat diturunkan, dan tidak membawa kedamaian dalam kehidupan,” jelasnya.
Gus Aab, sapaan akrabnya menambahkan, bumi adalah satu. “Dan di atas bumi ini hidup manusia dari beragam suku, bahasa, budaya dan agama,” urainya. Realitas kemajemukan ini merupakan sunnatullah yang tidak bisa dipungkiri.oleh siapapun, lanjutnya.
“Karena itu, siapaun yang ingin hidup dalam keseragaman, dan tidak ingin ada kemajemukan, tentu tidak ada tempat baginya hidup di bumi Allah ini,” tandasnya.
Seminar bertema Menggalang Kesadaran Keagamaan dan Kebangsaan Menuju Indonesia Bersatu itu digelar Gerakan Nusantara Bangkit (GNB) dan dihadiri tokoh lintas agama serta sejumlah kiai. (Aryudi AR/Ibnu Nawawi)
Dikutip dari NU Online ( www.nu.or.id )