Membaca Gelagat Alam

Oleh; Zainal Anshari Marli *)

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. As-Syura: 30).

Kenapa musibah ini tiada henti-hentinya melanda negeri ini? benarkah musibah ini ujian bagi kita semua, atau ini sudah adzab yang timbul karena perbuatan kita semua? Akhir-akhir ini, berkembang isu di media sosial, bahwa terjadinya gempa bumi, tsunami dan berbagai musibah lainnya di Lombok, Palu, Donggala, Sigi, NTT dan sekitarnya dikait-kaitkan dengan penetapan salah seorang tersangka oleh polri karena kasus penghinaan kepada Jokowi dan semacamnya, ada pula yang menisbatkan atau mengait-ngaitkan kasus ini dengan masalah politik nasional yang akan dihelat pada bulan April 2019. Isu-isu tersebut seakan-akan melupakan pesan Allah dalam al-Quran surat As-Syura: 30 di atas.

Tentu sah-sah saja orang mau mengaitkan kasus tersebut dengan kasus apapun sesuka hatinya. Namun yang jelas, peringatan Allah kepada kita ini bukan serta merta masalah politik, namun ini peringatan yang sifatnya super komplek, karena manusia melakukan pengingkaran dimana-mana terhadap perintah Tuhannya. Jadi tidak benar kalau kasus tersebut hanya dikaitkan dengan masalah politik semata. Karena pada hakekatnya, musibah ini, sebagai peringatan kepada kita yang telah keluar dari kodrat dan arahan Tuhan untuk menjaga bumi, merawat bumi dan menjadi pemimpin di atasnya.

Sebagai sebuah nasehat dari Tuhan kepada kita, cukup kiranya kita melakukan renungan dengan ayat ini, “apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. An-Nisa: 79). Jika dilihat secara kuantitatif, apakah orang berpendidikan di negeri ini semakin sedikit? Justru malah semakin banyak. Apakah lembaga pendidikan di negeri ini semakin sedikit, justru malah semakin banyak. Apakah lembaga penegakan hukum di negeri ini masih sedikit, malah juga banyak, apakah orang Indonesia semakin hari semakin miskin, malah semakin banyak yang kaya dan seterusnya. Namun jika kita tanyakan masalah ini kepada “rumput yang bergoyang” (istilah bagi orang yang selalu mengingat Allah Swt), justru jawaban mereka mengejutkan, yakni diakibatkan karena semakin banyak orang yang menjauh dari Allah. Tentu saja, jawaban ulama-ulama sufi tersebut perlu diuji, namun jika melihat keterangan ayat al-Quran di atas, masihkah kita ragu dengan semua itu.

Di dalam ayat yang lain, Allah Swt sudah menegaskan dan mengingatkan kepada kita, “semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepadanya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (QS. Ar-Rahman: 29) dan ayat yang lain mengatakan “dan tidaklah Kami menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. Az-Zuhruf: 76). Tentu saja, pada konteks ini yang lebih bijak adalah, kita kembali kepada pesan-pesan Allah dalam kitab-Nya, agar dapat menuntun kehidupan kita, sehingga kita tidak melakukan penilaian-penilaian yang bersifat bias kepada masalah politik, ekonomi, hukum, pendidikan dan semacamnya, piluhan yang bijak adalah kita semua harus melakukan evaluasi dengan tidak selalu menyalahkan orang lain, tidak selalu menyalahkan pemimpin dan semacamnya. Sebab kerusakan yang terjadi, diakibatkan oleh kesalahan kita semua.

“dan (ingatlah juga), tatkala Rabb kalian memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat peduh.” (QS. Ibrahim: 7). Isyarat ayat ini juga jelas, bahwa nikmat yang diterima dan disyukuri akan mendapatkan tambahan kenikmatan. Namun sebaliknya, kenikmatan yang diingkari akan menimbulkan malapetaka. Jangan-jangan kita ini termasuk orang yang mengingkari nikmat itu. Oleh karenanya, tidak bijak jika musibah ini selalu dikait-kaitkan dengan masalah kepemimpinan nasional. Pilihan yang tepat adalah kita semua harus melakukan perbaikan terhadap kualitas perilaku kita masing-masing. Jangan-jangan kepemimpinan kita di dalam rumah tangga kita masing-masing, yang banyak kesalahan atau juga kita abai kepada lingkungan kita, yang sebenarnya kita juga sebagai pemimpin dimana kita berada, karena kita semua adalah khalifah/ pemimpin di bumi ini.

Gelagat Alam

Berikutnya, Allah mengingatkan kita semua, “telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41).

Gempa bumi, tsunami, longsor dan semacamnya, adalah gelagat alam yang dingatkan Allah dalam al-Quran surat Ar-Rum: 41. Tentu saja peringatan ini berlaku kepada semua manusia, semua golongan, semua agama dan semua latar belakang yang tidak dapat dijelaskan. Yang merasakan musibah ini bukan hanya orang Islam, orang Kristen juga merasakan, orang Hindu, Budha, Konghucu dan aliran kepercayaan juga turut merasakan. Lalu masihkah kita akan menyalahkan pemimpin politik? Tentu sikap ini tidak bijak. Maka pilihan bijaknya adalah, ini semua karena ulah dan kesalahan kita yang egois dan melupakan pesan-pesan Ilahiah yang ditunjukkan melalui tanda-tanda alam semesta dan seisinya.

Pada keterangan sebuah hadist yang juga harus menjadi pedoman hidup kita adalah sebagai berikut; “(suatu hari) Rasulullah bermunajat kepada Rabb-Nya dengan sangat lama, kemudian mengatakan, “Aku memohon kepada Rabbku tiga hal, Aku memohon agar umatku tidak dibinasakan dengan al-gharqu (banjir bandang), maka Dia-pun mengabulkannya, dan Aku memohon agar umatku tidak dibinasakan dengan sebab paceklik panjang seperti yang terjadi pada keluarga Firaun, maka Dia-pun mengabulkannya, dan aku memohon agar umatku tidak dibinasakan dikarenakan ulah sebagian mereka pada sebagian yang lain, maka Dia mencegahnya dariku.” (HR. Muslim 2890). Semoga nasehat dari baginda Nabi itu dapat mengingatkan kita semua. Dan semoga kita semua dapat membaca gelagat alam yang semakin tidak bersahabat dengan manusia, amiiin.

 

*) Zainal Anshari Marli adalah Pelayan Masjid Jami al-Baitul Amien dan Masjid Baitur Rahim Jember.