Jember, pcnujember.or.id – Dalam setiap lembar karya sastra, selalu ada denyut kehidupan dan potongan kisah manusia yang merekam perjalanan bangsanya.
Pandangan inilah yang menjiwai perjalanan intelektual Prof. Dr. Akhmad Taufiq, S.S., M.Pd., seorang akademisi yang telah mengabdikan hidupnya untuk meneliti, menulis, dan mengajarkan sastra sebagai jalan kebudayaan.
Pada Selasa, 21 Oktober 2025, Universitas Jember resmi mengukuhkan Prof. Akhmad Taufiq sebagai Guru Besar bidang Sastra dan Pembelajarannya. Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul “Sastra, Narasi Identitas, dan Imajinasi Politik Kebangsaan: Rekonstruksi Teks Sastra dalam Agenda Politik Multikultural Indonesia.”
Ia menegaskan bahwa sastra tidak sekadar berbicara tentang keindahan bahasa, tetapi juga menjadi cermin kebangsaan yang merefleksikan nilai, perjuangan, dan keberagaman Indonesia.
“Sastra bukan hanya karya imajinatif, tetapi ruang ideologis di mana bangsa ini membaca dirinya sendiri – sejarah, nilai, dan cita-citanya,” tutur Prof. Taufiq dalam pidato pengukuhannya.
Sejak awal karier akademiknya, Prof. Taufiq dikenal konsisten mengembangkan kajian sastra multikultural, yang menempatkan karya sastra sebagai wahana pendidikan karakter dan pembentuk kesadaran kebinekaan.
Melalui gagasan sastra multikultural fungsional, ia menekankan bahwa pembelajaran sastra harus berorientasi pada nilai kemanusiaan dan realitas sosial, bukan hanya pada bentuk estetik semata.
Ketekunannya dalam riset dan penulisan membuahkan berbagai karya ilmiah dan buku yang memperkaya khazanah akademik Indonesia.
Ia menerima sejumlah penghargaan bergengsi, di antaranya Penghargaan Puisi Dunia Numera Malaysia (2014), Satyalancana Karya Satya dari Presiden RI (2017), serta Anugerah Sutasoma dari Balai Bahasa Jawa Timur untuk dua karya monumental: Sastra Multikultural (2018) dan Drama Tradisional Ludruk (2022).
Namun kiprah Prof. Akhmad Taufiq tidak berhenti di dunia akademik. Sebagai Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jember, ia aktif memadukan pemikiran keislaman, kebudayaan, dan kebangsaan dalam satu napas keilmuan yang seimbang.
Dalam pandangannya, sastra dan nilai-nilai keislaman sama-sama berakar pada kemanusiaan universal keduanya mengajarkan kasih, welas asih, dan penghormatan terhadap perbedaan.
Melalui karya, pemikiran, dan dedikasi panjangnya, Prof. Akhmad Taufiq telah menjadikan sastra bukan sekadar bidang studi, melainkan ruang perenungan yang menuntun manusia memahami dirinya dan bangsanya.
Sastra, dalam pandangannya, adalah cermin bangsa tempat kita bercermin, mengenali jati diri, dan menumbuhkan harapan untuk masa depan kebudayaan Indonesia yang beradab dan berkeadaban.
Editor : Irwansyah GI









Respon (1)