kepada apa lagi bunga musti ziarah, bila tak mengunjungi sebentang nisan di telapak tanganmu yang memeluk handphone, terjajah android tanpa lagi bertegur kata, sontoloyo!
kepada apa lagi udara menyelinap di sela-sela jantungmu, bila tak memungut darah yang terbakar di video youtube yang kau puja-puja, bahkan kau jadikan tuhan, sontoloyo!
kepada apa lagi suara beterbangan di ruang kepalamu, bila tak dibisingkan oleh corong TOA masjid yang enggan kaupilih ketimbang suara telolet pedagang cilok, bahkan lebih menakutkan gema gempa dari sekedar dering panggilan-Nya, sontoloyo!
kepada apa lagi cinta berhamburan dari seorang guru, bila tak kepada muridnya yang perlahan telah menjelma basa-basi sontoloyo, dipenuhi bangkai perhatian paling sontoloyo, dilingkari rasa hormat dan sopan palsu paling sontoloyo, bahkan pendidikan cap sontoloyo di negeri yang telah sontoloyo dengan sejuta cita-cita sontoloyo, berbintang ketulusan dan keikhlasan juga berlandaskan patriotisme yang digaungkan-gaungkan dengan takbir paling khidmat,
dengan kecerdasan menyembunyikan kepalsuan, SONTOLOYO!
* Jember, Ibnu Wicaksono, di depan asrama yang sedang menyembunyikan gema, 2018.