Begini, Hukum Membongkar Masjid Menurut Batsul Masail NU Sukorambi

Adi Irawan/MWC NU Sukorambi: Bahtsul Masail MWC NU Sukorambi Senin malam Selasa 20.00 WIB di PP Al Khotib Karang Pring Sukorambi.

Sukorambi, pcnujember.or.id – Bahtsul Masail menjadi salah satu tradisi dan rutinan warga Nahdliyyin. Forum kajian itu dimaksudkan mengulas berbagai temuan seputar dinamika hukum atau fiqih di tengah masyarakat agar mendapat penjelasan yang lengkap dan gamblang.

Karena itu, Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama’ (MWC NU) Sukorambi menjadikan batsul masail sebagai salah satu rutinan yang tak terpisahkan dari berbagai kegiatan di MWC. “Sejak dulu, agenda rutin ini merupakan sarana orang-orang nahdliyin untuk terus meng-upgrade keilmuan dan perkembangan hukum,” ujar Ust Muhammad Soleh, Ketua MWC NU Sukorambi.

Menurut Ustadz Sholeh, selain sebagai ajang silaturahim, batsul masail itu menjadi forum untuk menggali ataupun mencari sumber-sumber hukum untuk menyikapi berbagai persoalan kekinian di masyarakat.

Senada dengan Ustadz Sholeh, Ketua Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama’ (LBMNU) Sukorambi Ustadz Hamdan menjelaskan, seiring perkembangan dinamika zaman, berbagai persolan tentu muncul di tengah masyarakat.

Seperti persoalan yang tengah dibahas kala itu yang mengkaji tentang Hukum membongkar masjid yang masih kokoh untuk dibangun kembali. Hal itu kerap ditemui di masyarakat. Sehingga membutuhkan rujukan yang tepat. “Minimal ada dasar yang digunakan dan mencegah adanya perselisihan,” ulasnya.

Ustadz Azizi, salah satu pemantik kala itu mengatakan, persoalan di atas memang perlu kajian yang mendalam dan berbagai sudut pandang. Salah satunya dari maksud dan tujuannya. “Sebab banyak masjid kokoh yang dibongkar yang tak lain tujuannya untuk memperindah. Dan tidak ada hal yang mendesak terkait pembongkaran tersebut, Artinya masjidnya masih layak untuk di tempati sholat,” jelasnya.

Menurut Ustadz Azizi, masalah itu perlu diperjelas karena ada dua persoalan: satu hukum merombak atau membongkar masjid, lalu yang kedua kajian tentang bekas-bekas bongkaran masjid.

Beberapa batsul masail juga mengutip dalam Kitab Fathul Mu’in tentang hukum membongkar masjid itu tidak boleh. “Karena kalau tdak ada restu dari masyarakat sekitar, maka akan timbul perselisihan antar sesama. Karena hal ini menyangkut jariyahnya orang-orang yg sudah banyak berpartisipasi pada masjid,” sambung Ustadz Fauzan, pemantik lainnya.

Namun, ada pula ulama yang membolehkan dalam rangka perluasan, seperti Ulama Hanabilah dalam kitab Fathul Bari, yang merujuk pada kisah Sayyidina Utsman bin Affan. “Perlu adanya penyampaian sejarah, untuk berhati-hati dalam pengaplikasian hukum. Dan hendaknya kita ikuti jumhur ulama, terutama imam kita yaitu Imam Syafi’i,” sahut Ustadz Azizi saat itu.

Dari beberapa keterangan singkat tersebut, beberapa ustadz dan pemantik batsul masail menyimpulkan bahwa hukum membongkar masjid tidak perlu rombak total. Kecuali khawatir ambruk dengan mengancam keselamatan. Keterangan itu lalu didasarkan pada Kitab Fathul Mu’in, Ianatut Tholibin, dan Kitab Fathul Bari.

Reporter: Adi Irawan

Editor: Maulana

Publisher : Irwansyah GI