Opini  

Pesan Kyai Untuk Santri Dalam Acara Haflatul Imtihan

Oleh : Tauhedi As’ad

pcnujember.or.id

Acara haflatul imtihan merupakan sebuah tradisi setiap tahun bagi pondok pesantren di seluruh tanah air khususnya di pulau Jawa dan Madura. Acara haflatul imtihan tersebut di bingkai kedalam beberapa kegiatan berupa penghargaan bagi santri dan siswa yang berprestasi disertai dengan acara mauidlatul hasanah untuk mengundang penceramah (kyai-ulama). Seperti acara yang digelar di pondok pesantren Salafiyah-Syafiiyah Ashariyah desa Curahlele Balung Jember pada tanggal 24 Maret 2022. Pondok pesantren curahlele di rintis oleh KH. Abdul Aziz pada tahun 1953 sebagai pengasuh pertama (Ismadin nama asli) atas perintah gurunya KHR. As’ad Samsul Arifin dan diteruskan pengasuh kedua yaitu KH. Muzakki Abdul Aziz dengan jumlah santri kurang lebih 1000 putra-putri. Tujuan acara haflatul imtihan, disamping menghibur para santri dan siswa menjelang libur panjang sampai ke bulan syawal pasca hari raya Idhul Fitri yaitu para kyai dan pengasuh pondok pesantren selalu memberikan pesan kepada santri agar tetap menjaga nama baik pondok pesantren pada saat pulang kampung masing-masing.

Penceramah yang hadir ke pondok pesantren Salafiyah Syafiiyah Asyhariyah adalah Ibu Nyai Hj. Makkiyah As’ad dari keluarga besar pondok pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Asembagus Situbondo dan KHR. Ahmad Azaim Ibrahimy pengasuh pondok pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Asembagus Situbondo serta KH. Muhyiddin Abdusshomad sebagai ketua Syuriyah PCNU Jember dan pengasuh pondok pesantren Nurul Islam (Nuris) Antirogo Jember. Ketiga penceramah tersebut diberikan waktu yang berbeda dalam satu hari, sedangkan ibu nyai Makkiyah As’ad setelah shalat ashar berceramah sambil menunggu datangnya KH. Ahmad Azaim Ibrahimy dalam perjalanan menuju lokasi, lalu beliau datang dan masuk sebentar kemudian beliau mengisi waktu ceramah hanya setengah jam, sementara KH. Muhyiddin Abdusshomad diberikan waktu ceramah setelah shalat Isya sampai selesai dan langsung di isi pemberian penghargaan prestasi bagi santri dan siswa sampai jam 22.00 serta dilanjutkan acara hiburan gambus al-Aziz dengan vokalis habib Mustofa dan sangat berkesan kondisi malam itu.

Namun pesan yang disampaikan oleh ibu nyai Hj. Makkiyah As’ad kita berusaha selalu berdoa dan berkumpul dengan kyai-ulama baik di dunia maupun untuk akhirat agar nanti bisa berkumpul pula di surganya Allah. Dengan kata lain, antara kyai dan santri saling mendoakan agar keberkahan dan kemanfaatan untuk masyarakat terwujud dan memberikan contoh terbaik terhadap kebutuhan masyarakat banyak sehingga santri siap menghadapi dinamika zaman sekarang. Bahkan beliau mengatakan doanya dikabulkan seperti kecepatan pesawat, bus, mobil, motor, sepeda dan jalan kaki tergantung perbuatan dan tingkat derajatnya masing-masing. KH. Ahmad Azaim Ibrahimy menceritakan kisah dalam sebuah kitab yaitu kisah Habib Umar bin Abdurrahman al-Attas tentang santrinya yang memiliki keistimewaan yaitu namanya Syekh Ali Baros. Beliau memberikan informasi yang menyenangkan dan menyuruh santrinya untuk mencium tangan kedatangan Nabi Khidir ke rumah habib Umar bin Abdurrahman sesuai tanda-tanda dan ciri-cirinya.

Nabi Khidir hadir kediaman habib Umar bin Abdurrahman maka semua santri mencium tangan melainkan santri satu ini yang tidak mencium tangan Nabi Khidir, selesai bertemu dan Nabi Khidir pergi lalu habib Umar bin Abdurrahman bertanya kepada santri nyeleneh Ali Baros, kenapa anda tidak mencium tangan dan tidak hadir bertemu langsung dengan Nabi Khidir, kemudian di jawab oleh Ali Baros karena saya memiliki Kau sebagai guruku (habib Umar bin Abdurrahman al-Attas) Nabi Khidir hadir ke rumah Kau sebagai tuan rumah yang istimewa maka saya sebagai khaddam cukup ikut bersamamu dengan ikhlas. Dengan demikian, kisah hubungan kyai dan santri bagian pondasi spiritualitas untuk mendapatkan keberkahan dan manfaat yang di ridhoi oleh Allah sehingga kehidupan santri di masyarakat terwujud untuk memberikan kemaslahatan umat dengan baik bahkan akan memiliki kebahagiaan tersendiri baik didunia maupun akhirat.

Sanada dengan KH. Muhyiddin Abdusshomad, beliau mengatakan santri harus kuat dan mandiri, jangan dipengaruhi oleh pergaulan yang dapat merusak moral dirinya bahkan berpesan santri harus taat terhadap gurunya (kyai) dan ustadz senyampang baik dan benar. Dan santri terus-menerus belajar ilmu agama sesuai sanad keilmuan berdasarkan ahlussunnah wal jamah yang diajarkan oleh guru ke guru karena pondok pesantren khususnya pondok pesantren curahlele semakin berkembang dan memiliki tradisi membaca kitab kuning, maka santri harus bisa baca kitab kuning dan sangat bermanfaat untuk masyarakat luas, disinilah yang disebut dengan amal jariyah sampai meninggal dunia, KH. Muhyiddin Abdusshomad membacakan hadits Nabi Saw “Sebaik-baiknya manusia adalah memberikan manfaat untuk orang lain”. Bahkan pengasuh pondok pesantren Salafiyah Syafiiyah Ashariyah KH. Muzakki Abdul Azizi berpesan santri selalu ingat terhadap guru ngaji di rumahnya sesuai dengan pesan ayahnya KH. Abdul Aziz selaku pendiri pertama. KH. Abdul Aziz berguru ke KHR. As’ad Samsul Arifin Sukorejo Asembagus dan sesuai apa yang disampaikan oleh KHR. As’ad Samsul Arifin berpesan untuk santri pulang (libur ramadhan) pada tahun 1986 di antaranya (1). Santri membantu pekerjaan orang tuanya. (2). Santri menjaga nama baik pondok pesantren. (3). Santri sowan kepada guru ngajinya di kampung atau ditempat tinggalnya. Semoga berkah dan bermanfaat. Amin.