Kaliwates, pcnujember.or.id– Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) PCNU Jember merayakan peringatan hari lahir NU yang Ke-98 dengan diskusi budaya. Diskusi diselenggarakan di Aula PCNU Jember, Ahad pagi (28/2).
Diskusi yang diberi nama Kenduri Budaya tersebut mengusung tema ‘Sains, Sastra dan Pesantren’. Tema tersebut lahir atas kajian awal dari dua buku karya pengurus Lesbumi
Jember. Dua buku tersebut adalah kumpulan puisi Pesan Laut Kepada Perahu karya Muhammad Lefand dan kumpulan cerpen Lelaki Ketujuh karya Fandrik Ahmad. Keduanya sama-sama mengusung kearifan lokal masyarakat Madura.
Baca juga : Harlah NU, Momentum Menumbuhkan Kepedulian untuk Yatim dan Dhuafa
Mengapa harus sains, sastra dan pesantren? Menurut Siswanto, ketua Lesbumi Jember mengatakan bahwa sains tidak melulu soal ilmu pengetahuan. Pengalaman-pengalaman empirik juga merupakan bagian dari sains.
“Seorang sastrawan pasti bersinggungan dengan pengalaman empirik sehingga bisa membaca sebuah realitas sosial. Nah, realitas inilah yang kemudian ditulis dalam bentuk sastra,” ungkapnya.
Kenduri Budaya menghadirkan para pemateri pakar sastra yang berkompeten di bidangnya masing masing, sebut saja Gus Robith Qoshidi, Lc., Dr. Akhmad Taufiq, S.S., M.Pd., dan Ali Ibnu Anwar. Turut pula Muhammad Lefand dan Fandrik Ahmad sebagai pemantik diskusi.
Baca juga : Menebar Islam Rahmatan lil alamin dengan Tiba Qubro
Gus Robith Qoshidi, pengasuh Ponpes Nurul Islam, Antirogo, Jember, menguraikan bahwa sastra mampu beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan sains, baik pada tataran isi, tematik, produksi dan masyarakat, pesantren bisa mengambil peran strategis tersebut.
Sastra dari dulu menjadi bagian sains, banyak para saintis yang telah melakukan kajian mendalam bahwa dongeng, mitos ternyata memiliki fungsi khusus dalam membentuk peradaban,” jelasnya.
Sementara itu, Dr. Akhmad Taufiq, S.S., M.Pd., Dosen sastra Universitas Jember menyinggung fenomena science fiction yang mewarnai jagat kesusastraan Indonesia. Menurutnya, karya Fandrik dan Lefand merupakan hasil kerja etnografi terhadap kebudayaan Madura, ada proses interkultural dan menariknya berhasil menyajikan realisme magis yang apik.
Di sisi lain, Ali Ibnu Anwar, penyair nasional. Menjabarkan secara mendasar peran sastra dalam jaman jahiliyah, bahwa ketika terjadi konflik politik waktu itu maka sastra menjadi media dalam berdiplomasi.
“Inilah bukti bahwa sastra bisa masuk ke ranah apa pun. Tidak hanya sains, termasuk juga politik, ungkapnya.
Sebelum acara diskusi dilakukan pemotongan tumpeng bersama dalam rangka memperingati harlah NU. Gus Robith menyampaikan bahwa dirinya merasa senang dapat menjadi bagian dari acara Lesbumi. Dengan sedikit berdiplomasi, wakil Tanfidziyah PCNU Jember mengatakan bahwa Lesbumi Jember kini benar-benar ‘membumi’, dalam arti semakin kreatif dan inovatif dalam berkebudayan.
“Semoga dapat menjadi contoh bagi lembaga yang lain,” pungkasnya.
Reporter : Siswanto
Editor : Irwansyah GI