Pendapat Ulama Tentang Yasinan di Malam Nisfu Sya’ban

NU Jember
Membaca surat Yasin dengan niat mendapat kebaikan dunia dan akhirat, atau membaca Al-Qur'an seluruhnya dengan niat tersebut, hukumnya tidak masalah dan tidak dilarang. (gambar ilustrasi: NU online)

Malam nisfu Sya’ban bisa dikatakan sebagai malam puncak dari keutamaan yang ada di bulan Sya’ban, di indonesia sendiri malam nisfu Sya’ban disambut umat Islam dengan penuh suka cita, pasalnya di malam inilah seluruh amal manusia dalam satu tahun disetorkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Malam tersebut lalu dijadikan sebagai momentum untuk menggelar doa bersama, biasanya di lakukan aetelah maghrib dengan membaca surat Yasin tiga kali secara berjamaah, dengan niat sebagai berikut:

Pertama, dengan niat agar diberi umur panjang. Kedua, agar terhindar dari bala musibah. Dan bacaan yang ketiga, agar diberi kecukupan rezeki. Aktifitas ini menjadi tradisi rutinan bagi masyarakat Indonesia di malam nisfu Sya’ban.

Namun, amaliah tersebut diyakini sebagian kalangan sebagai amaliah bid’ah, tidak ada ketentuan dalam agama yang dicontohkan langsung oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan sahabatnya. Mereka berkesimpulan bahwa melestarikan tradisi tersebut sama halnya dengan melestarikan tradisi bid’ah di sepanjang tahun.

Benarkah tuduhan amaliah di malam nisfu Sya’ban itu bid’ah?

Sebelum menjawab tuduhan di atas, penulis ingin menyampaikan bahwa ada pandangan para ulama tentang khasiat surat Yasin yang dibaca tiga kali pada malam nisfu Sya’ban.

  1. Pendapat Syekh Ad-DairabiSyekh Ad-Dairabi dalam kitabnya Fathu al-Malik al-Majid menuliskan sebagai berikut:

“وَمِنْ خَوَاصِ سُوْرَةِ يس” كَمَا قَالَ بَعْضُهُمْ أنْ تَقْرَأَهَا لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ الأُوْلَى بِنِيَّةِ طُوْلِ اْلعُمْرِ وَالثَّانِيَةُ بِنيَّةِ دَفْعِ الْبَلاَءِ وَالثَّالِثَةُ بِنِيَّةِ اْلإسْتِغْنَاءِ عَنِ النَّاسِ .

“Diantara keistimewaan surat Yasin, seperti perkataan sebagian ulama, ialah membacanya di malam pertengahan bulan Sya’ban sebanyak tiga kali, yang pertama dengan niat meminta panjang umur, kedua agar terhindar dari bala (bencana) dan yang ketiga  tidak bergantung kepada orang lain”. (Fathu al-Malik al-Majid, hlm. 19).

Sehingga dari keterangan ini, pembacaan Yasin tiga tali pada malam nisfu Sya’ban berasal dari perkataan ulama tentang keistemwaan yang ada dalam surat Yasin. Artinya, amaliah tersebut memang tidak dilakukan Nabi dan sahabat, akan tetapi tidak setiap amalan yang tidak di lakukan Nabi kemudian di larang, apalagi dianggap sesuatu yg tercela dalam agama.

2. Pendapat Sayyid Muhammad bin ‘Alawi bin ‘Abbas Al-Maliki

Sayyid Muhammd bin ‘Alawi bin ‘Abbas Al-Maliki dalam kitabnya Ma Dza fi Sya’ban, menentang keras pernyataan sebagian kalangan yang membid’ahkan tradisi masyarakat di malam nisfu Sya’ban, beliau mengatakan:

قرأة يس بطلب نية الخير الدنيوي والأخروي، أو قرأة القرأن كله لذلك، لا حرج فيه وليس بممنوع، وقد ادعى بعضهم ان ذلك حرام، او ممنوع، أو بدعة سيئة.

“Membaca surat Yasin dengan niat mendapat kebaikan dunia dan akhirat, atau membaca Al-Qur’an seluruhnya dengan niat tersebut, hukumnya tidak masalah dan tidak dilarang, namun sebagian orang mengatakan perbuatan tersebut hukumnya haram, dilarang, dan dinilai bid’ah yang tercela.”

وهذا نص كلامهم: ما يفعله عامة الناس من قرأة يس ثلاث مرات مرة بنية طول العمر مع التوفيق للطاعة، الثانية بنية العصمة من الافات والعاهات، ونية سعة الرزق، الثالثة لغنى القلب وحسن الخاتمةالى ان قال كل ذلك باطل لا اصل له.

“ini jelas perkataan mereka yakni: apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang seperti membaca Yasin tiga kali dengan niat agar panjang umur, mengharap taufiq untuk ketaatan, dan pada bacaan ke dua dengan niat agar terlindungi dari bencana, segala penyakit, dan pada bacan ketiga dengan niat agar diberi kecukupan dan husnul khatimah, semua ini termasuk perkara yang batil dan tidak ada dasarnya.”

Menanggapi pernyataan di atas, Sayyid Muhammad menjawabnya sebagai berikut:

اقول: ان هذه الدعوى هي بنفسها باطلة، لانها مبنية على قول لادليل له، وفيه تحكم وتحجير لفضل الله ورحمته

“Saya berkata: Sesungguhnya tuduhan ini sendiri yang batil, karena didasari perkataan yang tidak ada dalilnya, tuduhan tersebut terkesan menghukum dengan sesuka hati, dan menghalangi pada pemberian dan rahmat dari Allah.”

والحق أنه لامانع ابدا من استعمال القرأن، والأذكار، والأدعية، للأغراض الدنيوية، والمطالب الشخصية والحاجات والغايات والمقاصد بعد اخلاص النية لله في ذلك، فالشرط هو اخلاص في العمل لله تعالى، وهذا مطلوب في كل شيء: من صلاة، وحج، وزكاة، وحج، وجهاد، ودعاء، وقرأة القرأن، فلابد في صحة العمل من اخلاص النية لله تعالى.

“Yang benar menurutku, sesunggunya tidak ada larangan menggunakan (bacaan) Al-Qur’an, dzikir-dzikir, doa-doa, karena tujuan-tujuan duniawi, permintaan-permintaan yg bersifat pribadi, segala hajat, tujuan, dan maksud tertentu setelah adanya keikhlasan karena Allah subhanahu wa ta’ala melakukan tersebut, syaratnya adalah ikhlas beramal karena Allah, dan inilah yang di tuntut dalam segala hal, seperti mengerjakan shalat, zakat, haji, jihad, berdoa membaca Al-Qur’an, maka untuk keabsahan amal harus adanya niat yang ikhlas karena Allah subhanahu wa ta’ala.

Baca juga: Benarkah, Pujian-pujian Shalawat Setelah Adzan itu Bid’ah?

Selanjutanya Sayyid Muhammad mengatakan:

لكن لا مانع أن يضيف الإنسان إلى عمله مع إخلاصه مطالبه وحاجاته الدينية والدنياوية، الحسية والمعنوية، الظاهرة والباطنة، ومن قرأ سورة يس أو غيرها من القرآن لله تعالى طالبا البركة في العمر، والبركة في المال، والبركة في الصحة فإنه لا حرج عليه، وقد سلك سبيل الخير (بسرط أن لا يعتقد مشروعية ذلك بخصوصه) فليقرأ يس ثلاثا، أو ثلاثين مرة، أو ثلاث مئة مرة، بل ليقرأ القرآن كله لله تعالى خالصا له مع طلب قضاء حوائجه وتحقيق مطالبه وتفريج همّه وكشف كربه، وشفاء مرضه وقضاء دينه، فما الحرج في ذلك…؟.. والله يحب من العبد أن يسأله كل شئ، حتى ملح الطعام وإصلاح شسع نعله.

وكونه يقدم بين يدي ذلك سورة يس او الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم، ما هو إلا من باب التوسل بالأعمال الصالحة وبالقرأن الكريم، وذلك متفق على مشروعيته، وقد قلنا في كتابنا المفاهيم ما نصه:
لم يختلف أحد من المسلمين في مشروعية التوسل إلى الله سبحانه وتعالى بالأعمال الصالحة ، فمن صام أو صلى إو قرأ القرأن أو تصدق، فإنه يتوسل بصيامه وصلاته ةقرأته وصدقته بل هو أرجى في القبول واعظم في نيل الطلوب.

“Akan tetapi tidak ada larangan bagi seseorang yang menggabungkan amalnya serta keikhlasannya dengan permintaan dan permohonan hajat agama dan dunia yang bersifat hissi dan maknawi, lahir dan batin. Adapun orang yang membaca surat Yasin atau surat lain dari Al-Qur’an dengan ikhlas karena Allah seraya mengharap keberkahan pada umur, harta, dan kesehatan, maka hal itu tidak masalah, sungguh ia telah menempuh jalan yang baik (dengan catatan ia tidak meyakini bahwa hal tersebut disyariatkan secara khusus), maka silahkan membaca Yasin tiga kali, 30 kali, 100 kali, bahkan membaca keseluruhan Al-Qur’an karena Allah dan secara ikhlas serta mengiringinya dengan permohonan terkabulnya segala hajat, agar harapan terwujud, dihilangkangnya kesedihan, dibebaskan dari kesulitan, supaya sakitnya di beri kesembuhan, terlunasi hutangnya,
Lalu di mana masalahnya?, padahal Allah senang terhadap hamba-Nya yang meminta kepada-Nya segala sesuatu apapun, sampai meminta garam masakan dan tali sandal yang rusak.

sedangkan orang yang mengajukan permintaannya melalui dua hal tersebut yakni dengan bacaan surat Yasin atau bershalawat kepada Nabi, tidaklah hal itu kecuali sebagai perantara (tawasul) dengan amal-amal yang shalih dan dengan Al-Qur’an yang mulia, dimana tawasul ini telah disepakati ketetapannya dalam syariat, dan saya telah mengatakannya di kitab al-Mafahim yang keteranganya sebagai berikut:

Tidak ada perselisihan seorangpun dari kaum muslimin tentang disyariatkannya hukum bertawasul kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan amal-amal shalih, maka siapa yang mengerjakan puasa, shalat, membaca Al-Qur’an atau bersedekah, maka sesungguhnya ia bertawasul dengan shalatnya, puasanya, bacaan Qur’annya dan sedekahnya, bahkan ia lebih diharapkan permohonannya dikabulkan, dan sangat besar kemungkinan bisa meraih yang di inginkan.” (Ma Dza fi Sya’ban, hlm. 129).

Baca juga: Sejarah Peralihan Kiblat yang Terjadi di Bulan Sya’ban (1)

Kesimpulannya, berdasarkan pandangan ulama di atas, tradisi membaca surat Yasin tiga kali di malam nisfu Sya’ban disertai dengan doa yang dihajatkan, adalah sesuatu yang boleh diamalkan karena bagian dari parktik tawasul dengan amal-amal shalih.

Dari sini sudah jelas sekali bahwa amalan nisfu Sya’ban tidak dipandang sebagai perbuatan bid’ah dalam agama seperti yang dituduhkan oleh sebagian kalangan.

M Asep Jamaludin Azzahied, Sekretaris LBM PCNU Jember.