- Version
- Download 1
- File Size 532.68 KB
- File Count 1
- Create Date 9 Oktober 2020
- Last Updated 9 Oktober 2020
pcnujember.or.id-Dan apabila seorang dari mereka “ diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam), dan dia sangat marah. Dia bersembunyi dari orang banyak, di sebabkan kabar buruk yang disampaikan kepadanya. Apakah dia a k a n m e m e l i h a r a n y a d e n g a n (menanggung) kehinaan atau akan membenamkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?. Ingatlah alangkah buruknya (putusan) yang mereka tetapkan itu”. (an-Naḥl : 58-59).
Begitulah Al-Quran menggambarkan sikap seorang laki-laki Makah pada masa jahiliah terhadap anak perempuannya. Dia merasa malu dan murka, di saat sedang duduk bercengkrama dengan teman-temannya, tiba-tiba datang orang membawa kabar kelahiran seorang anak perempuan dari rahim istrinya. Mukanya menjadi hitam lantaran marah dan merasa malu, lalu pergi mengasingkan diri sambil merenung, sikap apa yang akan diambilnya? Keuntungan apa yang akan diperoleh dari anak perempuan itu? Anak perempuan hanya menjadi beban keluarga, membawa sial dan tidak menguntungkan samasekali, bahkan dianggap mencoreng harga diri dan kehormatan keluarga. Nasib anak perempuan zaman jahiliah hanya dua pilihan. Pertama, tetap dibiarkan hidup, tetapi keberadaannya tak dianggap. Bila orang lain bertanya, berapa jumlah anaknya, yang dihitung sebagai jawaban hanya jumlah anak laki-laki. Bukan hanya itu, anak perempuan diperlakukan sebagaimana tawanan, disuruh kerja paksa serta masih banyak lagi perlakuan
yang tak terpuji lainnya. Kedua, dikuburkan hidup-hidup atau dibawa ke sumur tua yang tak dipakai, lalu dimasukkannya anak perempuan, kemudian ditindih dengan batu-batu besar sampai tak terdengar lagi pekik dan suara tangisnya. Nasib miris yang sama dirasakan perempuan-perempuan lain di bangsa-bangsa maju, seperti Persia dan Romawi. Sebagaimana dalam Qissah alḤaḍarah, Perempuan-perempuan Persia dan Romawi dipandang sebelah mata oleh kaum laki-laki. Mereka diperjualbelikan, disuruh kerja paksa, dijadikan harta warisan, dan lain sebagainya.
Diutusnya Rasulullah Muhammad, Selain mengajak kepada tauhid, beliau juga mengkritik kebobrokan tradisi mengubur anak perempuan hidup-hidup serta menentang keras perilaku memandang sebelah kaum hawa. Turunnya surat atTakwir 8-9 menjadi tamparan keras bagi orang Arab sekal igus dal i l yang mengangkat harga diri perempuanperempuan. Setelah Rasulullah Saw mempunyai kekuasaan di Madinah, soal penguburan anak perempuan masih saja menjadi celaan, meski dari kalangan yang masuk Islam tidak ada lagi yang melakukan. Namun, jika ada orang baru masuk Islam, lalu mengakui bahwa di zaman jahiliah pernah mengubur anak perempuannya, Rasulullah masih menyuruh orang tersebut mengakui kesalahannya dan membayar denda sesuai dengan kemampuannya.
Rasulullah Saw dengan Putrinya
Sikap halus, lemah lembut, dan penuh kasih sayang Rasulullah pada putri putrinya laksana siang dan malam dibandingkan dengan perlakuan bapakbapak pada zaman jahiliah. Semua putra Rasul Muhammad meninggal di waktu kecil. Hanya empat putri beliau dari Sayidah Khadija yang ada menemani beliau, mulai Sayidah Zainab, lalu Sayidah Ruqayah, sesudah itu Sayidah Umu Kulsum dan yang paling bungsu adalah Sayidah Fatimah.
Putri Rasulullah Zainab dengan suami Abul Ash bin Rabi' yang masih musyrik. Zainab telah menjadi muslimah. Saat ia mendengar suaminya ikut serta dalam perang Badar bersama barisan kaum musyrikin memerangi kaum muslimin, lalu ia menjadi salah satu tawanan, Zainab kirimkan tebusan untuk sang suami berupa kalung leher hadiah pernikahan dari ibunda tercinta-nya, istri Baginda Nabi, Khadija. Setelah Abul Ash bebas, ia pulang ke Makah untuk mengembalikan harta benda penduduk M akah yang diba w anya dala m perniagaan ke Negeri Syam. Kemudian secara sembunyi-sembunyi menyusul istrinya ke Madinah dan meminta perlindungan kepada istrinya. Akan tetapi Zainab ingat betul pesan Rasulullah. “Hormati suamimu itu baik-baik, tetapi jangan engkau berikan dirimu kepadanya sebelum dia masuk Islam”. Dan akhirnya Abul Ash menyatakan masuk Islam.
Putri Rasulullah yang lain bernama Ruqayyah. Pada mulanya, Ruqayyah merupakan istri dari Utbah, putra dari Abu Lahab. Namun, setelah pertentangan Rasulullah dengan pamannya tersebut memuncak, hingga turun surat dalam AlQuran yang terang-terangan mencela dan menyebut nama Abu Lahab dan istrinya, Umu Jamil. Abu Lahab segera menyuruh anaknya menceraikan Ruqayyah. Utbah pun mengikuti titah Abu Lahab. Hal serupa dirasakan Umu Kultsum yang sama-sama menikah dengan Utaibah, putra Abu Lahab juga. Setelah menjalani masa idah, Rasulullah m eni kahkan R uqay yah dengan sahabatnya, yaitu Usman bin Affan ra. Saat Usman bin 'Affan hijrah ke Ḥabasyah, Ruqayyah turut serta sang suami menemani perjalanan hijrah. Ketika terjadi perang Badar, Ruqayyah mengalami sakit keras, sehingga suaminya terpaksa tidak ikut dalam peperangan atas perintah Rasulullah untuk merawat istrinya. Usai kemenangan perang Badar, Rasulullah mengutus Zaid bin Harisah menyampaikan kabar gembira tersebut kepada penduduk Madinah. Namun, kabar gembira tersebut disambut dengan kabar duka atas wafatnya Ruqayyah. Pada bulan Rabiul Awal tahun ketiga Hijriah, Umu Kultsum, dinikahkan dengan Usman bin 'Affan. Turun ranjang menurut pepatah kita. Namun sayang, pernikahan itu tidak berlanjut begitu lama, pada tahun kesembilan Hijriah Umu Kultsum menutup usianya. “Sayang, ya Usman!, Tidak ada lagi anak perempuanku yang lain untuk menggantikan dua yang hilang”, tutur Rasulullah kepada Usman. Sebab itu Usman diberi julukan żu al-Nūrain, (yang punya dua cahaya).
Dan putri terakhir ialah Fatimah al-Batul atau az-Zahra. Fatimah dilahirkan setelah
Nabi berusia 41 tahun. Fatimah ialah putri bungsu dan satu-satunya anak yang hidup setelah kakak - kakaknya meninggal. Kasih baginda Rasul amat besar kepada putrinya yang satu ini. Tatkala Fatimah masih kecil dalam gendongan, pernah R asulul lah menciumnya di dekat para sahabatnya, waktu itu Rasulullah masih di Makah dan baru menyatakan sebagai utusan Allah. Saat itu masyarakat Arab masih merasa tabu bahkan j i j ik mel ihat orang m enggendong-gendong anak p e r e m p u a n . N a m u n , b e l i a u menunjukkan bahwa anak perempuan adalah kembang kehidupan, bukan untuk dikuburkan hidup-hidup, seraya berkata: “Raiḥanatun nasyummuha wa rizquha 'alallāhi”. (Sekuntum bunga harum semerbak, kita cium dan rezekinya sudah dijamin oleh Allah).
Saat Rasulullah sakit, Fatimah duduk bertekur di hadapan pembaringan sang ayah. Dengan air mata berlinang diciumnya wajah ayahnya. Dengan suara terbata-bata Rasul menjawab, “Sesudah hari ini, ayahmu tidak akan menderita lagi”. Dalam riwayat lain dikatakan, bahwa ketika Fatimah mencium wajah ayahnya, beliau raih tangannya, lalu Rasulullah membisikkan sesuatu kepada telinga putrinya. bisikan pertama Nabi mengatakan bahwa waktunya sudah tiba, panggilan Allah telah datang, beliau sudah bersedia pergi, dan Fatimah menangis. Kemudian beliau tarik pelanpelan bahu putrinya sekali lagi dan mengatakan bahwa tak lama kelak sesudah beliau berangkat, Fatimah akan segera menyusul, dan Fatimah tersenyum berwajah cerah dan berseriseri.
Di saat Rasulullah bercerai dengan jasadnya di atas pangkuan istrinya, Aisyah. Berkatalah Fatimah sambil menutup mata beliau, “Wahai Ayah!, panggilan Allah telah ayah turuti. Wahai Ayah!, D i surga F i rdaus Ayah bersemayam. Wahai Ayah!, Kepada engkau, hai Jibril, aku serahkan ayahku!. Ketika jenazah yang suci mulia itu dikebumikan, ditimbun dengan tanah. Fatimah menangis lagi dan terdengar dari buah tangisnya, “Sampai hati kalian menimbuni tubuh Rasulullah dengan tanah”. Enam bulan sesudah wafatnya Rasulullah Saw., Fatimah menyusul kepergian ayahnya sebagaimana yang dikatakan oleh sang ayah sebelum kepergiannya.
Lihatlah, apa yang terjadi antara Rasulullah dengan putri-putrinya? Hubungan antara ayah dan anak perempuannya yang penuh dengan rahmat, cinta, santun dan kasih sayang. Sangat berbeda dengan perlakuan orang Arab jahiliah terhadap anak perempuan mereka. Cobalah pikirkan, betapa Islam sangat menghargai perempuan. Sejak Islam datang, kaum perempuan menemukan jati dirinya. Wallāhu A'lam bi al-Ṣawāb..
Oleh : Ust. Abdul Azis, L.c.