Khutbah Jumat: Hikmah Mi’raj, Allah Tidak Bertempat

peristiwa percakapan Allah subhanahu wa ta'ala dan Nabi tidak terjadi pada sebuah tempat yang kita bayangkan, Karena Allah subhanahu wa ta'ala tidak sama dengan makhluk apapun. (Sumber Gambar: islam.nu.or.id)

Khutbah I (Pertama)

اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ: فَيَايُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم}، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

Jamaah shalat Jumat hadakumullah,

Alhamdulillah pada kesempatan yang berbahagia ini kita masih diberi kesempatan oleh Allah subhanahu wata’ala untuk bisa menunaikan ibadah shalat jum’at di bulan Rajab yang mulia ini. Pada kesempatan ini khatib akan mengajak kepada jamaah, khususnya kepada khatib sendiri untuk senantiasa taqwa kepada Allah SWT, diantara refleksi taqwa kepada Allah SWT ialah dengan mengagungkan syiar-syiarNya (kebesaran Allah). Diantara syiar Allah SWT ialah terjadinya peristiwa besar yang istimewa, yaitu Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Oleh Karena itu, sebagai umat Islam, seharusnya mengetahui bagaimana kisah perjalanan Nabi dalam ber Isra’ Mi’raj? Dan  pelajaran apa yang dapat diambil dari peristiwa yang hanya terjadi satu kali dalam sejarah peradaban manusia, supaya dengan hal tersebut ketaqwaan dan keimanan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala semakin meningkat?

Allah subhanahu wata’ala berfirman di dalam surat Isra’ ayat 1:

 سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjid Aqsho yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. al Isra’:1)

Imam Bukhari menceritakan perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad di dalam Shahih Bukhari, Juz 5 halaman 52. Yang kesimpulannya adalah:

Suatu hari Nabi berada di dalam kamar, dalam keadaan tidur, kemudian datanglah malaikat mengeluarkan hati Nabi dan mencuci hatinya, kemudian memberikan emas yang dipenuhi dengan iman. Kemudian hati Nabi dikembalikan sebagaimana semula. Setelah itu Nabi melakukan perjalanan Isra’ dengan mengendarai Buraq diantar oleh malaikat Jibril dari Masjidil Haram ke Masjdil Aqsha. setelah itu beliau bermi’raj hingga langit dunia, kemudian terdapat pertanyaan, “Siapa ini?” Jibril menjawab: “Jibril.” “Siapa yang bersamamu?” Jibril menjawab, “Muhammad”. “Selamat datang, sungguh sebaik-baiknya orang yang berkunjung adalah engkau, wahai Nabi.” Di langit dunia ini, Nabi bertemu dengan Nabi Adam ‘alaihissalam, Jibril menunjukkan bahwa Nabi Adam adalah bapak dari para nabi.

Lalu Perjalanan dilanjutkan menuju langit kedua, di sini Nabi bertemu dengan Nabi Yahya dan Nabi Isa ‘alaihimassalam. Di langit ketiga, Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Yusuf ‘alaihissalam, di langit keempat, Nabi bertemu dengan Nabi Idris alaihissalam, di langit kelima Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Harun ‘alaihissalam, di langit keenam, Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Musa alaihissalam. Nabi Musa menangis karena Nabi Muhammad memiliki umat yang paling banyak masuk surga, melampaui dari umat Nabi Musa alaihissalam sendiri. Dan terakhir di langit ketujuh, Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.

Setelah itu, Nabi Muhammad menuju Sidratil Muntaha, tempat Nabi bermunajat dan berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala. Kemudian Nabi naik menuju Baitul Makmur, yaitu Baitullah di langit ketujuh yang arahnya lurus dengan Ka’bah di bumi, setiap hari ada tujuh puluh ribu malaikat masuk untuk berthawaf di dalamnya.

Kemudian Nabi Muhammad bertemu dengan Allah subhanahu wata’ala. Allah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan shalat fardlu sebanyak lima puluh rakaat setiap hari. Nabi menerima dan kemudian kembali pulang.

Dalam perjalanan, Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Musa alaihissalam. Nabi Musa mengingatkan bahwa umat Nabi Muhammad tidak akan mampu dengan perintah shalat lima puluh kali sehari, Nabi Musa mengatakan, umatku telah membuktikannya. Lalu meminta kepada Nabi Muhammad untuk kembali pada Allah subhanahu wata’ala.

Yang perlu dipahami, hikmah dalam masalah Mi’raj Nabi di sini ialah:

Dikisahkan bahwa Nabi bolak-balik dari tempatnya di atas sidratul muntaha ke tempat Nabi Musa di langit ke tujuh, lalu kembali ke atas lagi untuk memohon keringanan. Dalam riwayat-riwayat sahih yang kita dapati bahwa yang naik turun adalah Nabi Muhammad. Beliau naik ke tempat ia menerima wahyu dan turun ke tempat Nabi Musa lalu naik lagi ke tempat menerima wahyu sebelumnya, dan itu terjadi berulang-ulang. Tempat yang dimaksud dalam Hadits adalah tempat Nabi sendiri, bukan tempatnya Allah yang sering diasumsikan.

Demikianlah para ulama Ahlussunnah seluruhnya memahami peristiwa Isra’-Mi’raj. Ketika mereka menceritakan kisah “tawar menawar” jumlah shalat sebagaimana riwayat Imam Bukhari berikut ini:

فَالْتَفَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى جِبْرِيلَ كَأَنَّهُ يَسْتَشِيرُهُ فِي ذَلِكَ، فَأَشَارَ إِلَيْهِ جِبْرِيلُ: أَنْ نَعَمْ إِنْ شِئْتَ، فَعَلاَ بِهِ إِلَى الجَبَّارِ، فَقَالَ وَهُوَ مَكَانَهُ: يَا رَبِّ خَفِّفْ عَنَّا فَإِنَّ أُمَّتِي لاَ تَسْتَطِيعُ هَذَا

“Kemudian Nabi menoleh ke arah Jibril seakan bermusyawarah tentang hal itu. Kemudian Jibril mengisyaratkan pada beliau: “Ya, bila Anda menghendaki [permohonan untuk dikurangi].” Lalu Nabi naik pada Tuhan sedangkan ia di tempatnya dan berkata: Ya Tuhan, ringankanlah dari kami. Sesungguhnya umatku tak mampu melakukan ini”. (HR. Bukhari).

Para ulama menjelaskan bahwa kalimat “Wahuwa makânahu” dalam hadits di atas, bukan berarti bahwa Allah ada di tempat itu, tetapi Nabi-lah yang berada di tempatnya semula meneriwa wahyu shalat 50 kali sehari. Imam al-Hafidz Al-Qasthalani menjelaskan:

فَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ (وَهُوَ مَكَانَهُ) أي فِيْ مَقَامِهِ الأَوَّلِ اَلَّذِيْ قَامَ فِيْهِ قَبْلَ هَبُوْطِهِ

“Dia berada di tempatnya, maksudnya Nabi Muhammad berada di tempatnya yang awalnya di tempati sebelum turunnya.” (al-Qasthalani, Irsyâd as-Sârî Lisyarh Shahîh al-Bukhârî, juz X, halaman 449).

Demikian juga Imam al-Hafidz Ibnu Hajar menegaskan makna “tempat” di hadits Mi’raj itu dengan menukil pernyataan Imam al-Khattabi lalu menguatkannya sebagaimana berikut:

قَالَ الْخَطَّابِيُّ  … وَالْمَكَانُ لَا يُضَافُ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى إِنَّمَا هُوَ مَكَانُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَقَامِهِ الْأَوَّلِ الَّذِي قَامَ فِيهِ قَبْلَ هُبُوطِهِ انْتَهَى وَهَذَا الْأَخِيرُ مُتَعَيَّنٌ وَلَيْسَ فِي السِّيَاقِ تَصْرِيحٌ بِإِضَافَةِ الْمَكَانِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى

“Al-Khattabi berkata: … Tempat itu tak disandarkan pada Allah Ta’ala, sesungguhnya itu tak lain adalah tempat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di tempat berdirinya sebelumnya sebelum turun. Ini akhir nukilan al-Khattabi. Keterangan terakhir ini sudah pasti dan dalam konteks hadits sama sekali tak ada penjelasan penisbatan tempat itu pada Allah Ta’ala”. (Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, juz XIII, halaman 484)

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Di dalam menguatkan keimanan kita melalui peristiwa Isra’ Mi’rajnya Nabi, maka setidaknya ada 3 pelajaran penting yang dapat kita ambil untuk mengukuhkan pengetahuan dalam bidang Aqidah.

Pertama, Peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini merupakan tanda akan kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala  yang tidak terhingga, sehingga dengan kekuasaan-Nya ia telah memperjalankan hamba-Nya dalam semalam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dan dari Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha sampai kemudian kembali lagi ke bumi.

Kedua, Pelajaran tentang Tauhid, bahwa peristiwa percakapan Allah subhanahu wa ta’ala dan Nabi tidak terjadi pada sebuah tempat yang kita bayangkan, Karena Allah subhanahu wa ta’ala tidak sama dengan makhluk apapun.

Ketiga: Isra’ Mi’raj mengajarkan kepada kita bahwa ibadah sholat 5 waktu kewajibannya melalui perintah Allh subhanahu wa ta’ala secara langsung tanpa melalui malaikat Jibril.

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa menambahkan keimanan kepada kita untuk menjadikan peristiwa Isra Mi’raj ini sebagai sarana kita untuk menambah keimanan dan keilmuan kita, serta menambah kecintaan  kita kepada Masjidil Aqsha, dalam perjuangan membebaskan masjid Aqsha dari tangan-tangan zionis Yahudi. Amiin amiin ya rabbal alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Khutbah ke II

 اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ

Ustadz Asep Jamaludin Azzahied, Sekretaris LBM NU Jember