Jas Hijau, Jangan Sekali-kali Lupakan Jasa Ulama

Bid’ah atau Sunnah? Berdoa Setelah Shalat Maktubah

Sumber Foto: cbsnews.com

Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin ketika menjawab salah seorang yang bertanya tentang hukum mengangkat tangan saat berdoa selesai shalat fardhu, beliau menjawab demikian dalam kitab Liqa’atil Babil Maftuh:

لَا تَسْأَلْ عَنْ رَفْع الْيَدَيْن بَعْدَ الصلَاة، اسْأَلْ عَن الدعَاء بَعْدَ الصلَاة هَلْ هُوَ مَشْرُوْعٌ أَمْ لَا؟ نَقُوْلُ: هُوَ غَيْرُ مَشْرُوْع؛ لأَن اللهَ قَالَ: فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ [النساء:103] مَا قَالَ: فَادْعُوْا، فَلَا مَحَل للدعَاء بَعْدَ الصلَاة

Artinya : “Janganlah kamu bertanya tentang hukum mengangkat kedua tangan setelah shalat, tanyalah tentang hukum doa setelah shalat, apakah disyari’atkan atau tidak ? Aku menjawab : “Doa setelah shalat hukumnya tidak disyari’atkan, karena Allah SWT berfirman “Maka apabila kalian telah menyelesaikan shalat, maka berdzikirlah kepada Allah”. Allah tidak berkata “Maka berdoalah !”, maka dengan demikian, tidak ada tempat sama sekali untuk berdoa setelah shalat”.

Dari teks jawaban di atas bisa disimpulkan bahwa argumentasi tidak disyari’atkannya berdoa setelah shalat adalah Al-Qur’an, Surat An-Nisa’, Ayat 103. Ayat tersebut menyatakan bahwa apabila kalian telah menyelesaikan shalat (yang dimaksud dalam ayat di atas adalah shalat Khauf saat peperangan), maka berdzikirlah kepada Allah SWT.

Benarkah pemahaman bahwa berdoa setelah shalat tidak memiliki tempat sama sekali karena anjuranya hanya berdzikir?. Untuk menjawabnya, mari kita lihat komentar salah seorang Ahli Tafsir kenamaan abad ke-3 Hijriyah yaitu Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir At-Thabari dalam kitabnya Jami’ul Bayan Fi Ta’wilil Qur’an atau terkenal dengan Tafsir At-Thabari.

(الْقَوْلُ فيْ تَأْويْل قَوْله : (فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِكُمْ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ 
قَالَ أَبُوْ جَعْفَر: يَعْنيْ بذلكَ جَل ثَنَاؤُهُ: فَإذَا فَرَغْتُمْ، أَيهَا الْمُؤْمنُوْنَ، منْ صَلَاتكُمْ وَأَنْتُمْ مُوَاقفُوْ عَدُوِّكُمْ= التيْ بَيَّناهَا لَكُمْ، (1) فَاذْكُرُوْا اللهَ عَلَى كُل أَحْوَالكُمْ= قيَامًا وَقُعُوْدًا وَمُضْطَجعيْنَ عَلَى جُنُوْبكُمْ، بالتعْظيْم لَهُ، وَالدعَاء لأَنْفُسكُمْ بالظفر عَلَى عَدُوكُمْ، لَعَل اللهَ أَنْ يظفركُمْ وَيَنْصُرَكُمْ عَلَيْهمْ

Artinya : “Pembahasan tentang ta’wilnya ayat “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah salat itu (sebagaimana biasa)”. Abu Ja’far berkata : “Allah Jalla Tsana’uhu dengan ayat di atas menghendaki “Apabila kalian telah menyelesaikan shalat yang telah Aku jelaskan wahai orang-orang mukmin, sedang kalian berdiri di hadapan musuh-musuh kalian, maka berdzikirlah kepada Allah di setiap keadaan, baik berdiri, duduk, tidur miring di atas lambung-lambung kalian, yakni dengan cara mengagungkan Allah dan berdoa untuk diri kalian supaya diberi kemenangan atas musuh kalian, mungkin saja Allah memberikan kemenangan dan pertolongan mengalahkan mereka”.

Dari kutipan tafsir di atas, jelas sekali bahwa kaifiyah berdzikir kepada Allah SWT setelah shalat adalah dengan cara mengagungkan Allah dan berdoa kepada-Nya. Karena secara khusus ayat di atas menerangkan tentang shalat Khauf, maka anjuran doanya adalah supaya diberi kemenangan mengalahkan para musuh.

Dari sini bisa disimpulkan bahwa pemahaman tidak dianjurkan berdoa setelah shalat lima waktu karena itu adalah tempatnya dzikir sama sekali tidak benar, karena alasan di atas.

Maka kaum muslimin Ahlussunnah Wal Jama’ah yang istiqomah mempraktikkan amaliah berdoa setelah shalat lima waktu ternyata lebih berhak menyandang pengikut Al-Qur’an, Surat An-Nisa’, Ayat 103 di atas, sebagaimana penjelasan ahlinya yakni Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir At-Thabari, salah seorang ulama’ salaf yang hidup pada tahun 224-310 H.

Anjuran berdoa setelah shalat fardhu juga merupakan amaliah yang mempraktikkan sunnah Nabi Muhammad SAW. Hal ini disampaikan sendiri oleh Dr. Abdullah Faqih. Berikut teksnya:

فَإِنَّ الدُّعَاءَ بَعْدَ الْفَرِيْضَةِ لَا حَرَجَ فِيْهِ، فَقَدْ صَحَّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِهِ مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ أَنْ لَا يَدَعَ فِيْ دُبُرِ الصَّلَاةِ الْمَكْتُوْبَةِ أَنْ يَقُوْلَ: “اَللّهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ” أَخْرَجَهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ وَأَبُوْ دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ.وَأَخْرَجَ التِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ وَأَحْمَدُ مِنْ حَدِيْثِ أَبِيْ بَكَرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُوْ دُبُرَ كُلَّ صَلَاةٍ بِالدُّعَاءَ: “اَللهُ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ.” وَالْأَحَادِيْثُ فِيْ هذَا الْمَوْضُوْعِ كَثِيْرَةٌ.وَهِيَ دَالَّةٌ دَلَالَةً صَرِيْحَةٌ عَلَى مَشْرُوْعِيَّةِ الدُّعَاءِ بَعْدَ الْفَرِيْضَةِ.

Artinya : “Sesungguhnya amaliah berdoa setelah shalat fardhu tidak ada masalah. Sungguh benar bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan Muadz bin Jabal untuk tidak meninggalkan setiap selesai shalat fardhu membaca “Ya Allah, tolonglah aku untuk ingat kepadamu, mensyukurimu dan baik dalam ibadah kepadamu’. Riwayat ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim. Imam At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ahmad meriwayatkan dari hadits Abi Bakaroh bahwa Nabi Muhammad SAW diakhir setiap shalat berdoa dengan: “Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kufur, faqir dan siksa kubur”. Hadits-hadits dalam masalah ini banyak. Semuanya menunjukkan secara jelas terhadap disyariatkanya berdoa setelah shalat fardhu”.

Dengan demikian bisa diketahui bahwa amaliah berdoa setelah shalat adalah anjuran Al-Qur’an, Hadits dan ulama salaf.

Dengan demikian bisa dipahami bahwa amaliah berdoa setelah shalat adalah anjuran Al-Qur’an, Hadits dan ulama salaf.

Penulis: Ust. Muhammad Hamdi. Tenaga pengajar di Ma’had Aly Assunniyyah Kencong Jember.

Sumber Foto: akurat.co