Jember, pcnujember.or.id
Kopri PC PMII Jember intens adakan diskursus online dengan grand tema “Sustainable Development Goals (SDGs) dan Covid 19: Menjaga Kesetaraan Gender”, dihadiri oleh Rubi Kholifah sebagai pemateri.
Diskusi yang dimulai pukul 15.00 WIB ini, diikuti 56 peserta dan berlangsung selama 2 jam via aplikasi zoom, pada Senin (20/04).
Forum online tersebut diharapkan bisa membangun sinergitas dalam upaya-upaya pencapaian tujuan besar SDGs.
Menurut Rofidatul Hasanah ketua KOPRI Jember, salah satu tujuan SDGs adalah mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan. Setidaknya ada enam target yang harus dipenuhi negara untuk menacapai tujuan ini.
“berbicara mengenai gender memang tak akan selesai di ruang diskursus semata, namun harus ada gerakan nyata dari semua elemen, termasuk juga Pemerintah. Tapi tidak ada salahnya kita meningkatkan basis kognitif kader PMII,” ungkapnya.
Baca juga: Harlah PMII ke-60 di Tengah Kepungan Pandemi Covid-19
Di fase awal, Rubi Kholifah menyampaikan bahwa konsep SDGs adalah konsep yang ambisius, maka dari itu membutuhkan kerja sama yang serius dari semua pihak. Di sisi lain Indonesia harus bersyukur sekaligus berkerja keras karena ditunjuk PBB untuk merumuskan SDG’s bersama Inggris dan Nigeria.
“Sebagaimana negara yang ditunjuk PBB, Indonesia harus mencerminkan negara SDGs, bukan hanya persoalan merumuskan saja, paling tidak mampu menerapkan sebagai negara percontohan,” terang Rubi yang juga menjabat Direktur AMAN Indonesia.
Tak hanya menyoal perempuan persepektif gender, diskusi SGDs juga membahas dampak Covid 19 pada perempuan dan anak perempuan.
Tentang “perempuan dan anak perempuan terdampak Covid-19” terdapat dalam 3 sektor, yaitu ekonomi, kesehatan dan pekerjaan tak berbayar. Menerut laporan PBB pada (09/04) Dikutip dari www.un.org.
“Dalam sektor ekonomi, dengan adanya pembatasan orang, barang dan layanan serta penutupan pabrik-pabrik manufaktur, jelas merugikan perempuan. Kesehatan, WHO melaporkan 70% perempuan bekerja di medis tetapi tidak sebagai pengambil kebijakan. Dan dalam sisi Pekerjaan tak berbayar, dengan adanya stay at home, perempuan lebih sering melakukan perannya di rumah sebagai ibu rumah tangga,” terang Rubi.
“Di negara maju mereka dibayar sebagai ibu rumah tangga, tetapi tidak di Indonesia. Selain itu, dengan adanya school from home, seorang ibu juga melakukan peran lebih intens di sana,” lanjutnya.
“Sebagai upaya mengakhiri diskriminasi di atas, kader PMII perlu memastikan adanya kesetaraan dalam setiap pengambilan kebijakan, mengarahkan perubahan transformasi pada gender, pemerintah melakukan assessment secara holistik berbasis gender, dan penyediaan layanan yang higienis di desa-desa juga harus diperhatikan,” tutupnya.
Baca juga: Diskusi Online PMII Mandala “Dampak Covid-19 terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Rofidatul Hasanah melanjutkan, diskusi kali ini menjadi langkah strategis untuk menciptakan kader agar mengerti SDGs, sehingga mempu membuat gerakan yang bertujuan mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan dimanapun keberadaannya.
“Kami sebagai perempuan yang melek akan keterpurukan perempuan di dekade ini, akan terus melakukan upaya penyadaran, baik secara diskursus atau bahkan secara gerakan real. Maksudnya tidak hanya berhenti selesai didiskusi kali ini,” pungkasnya saat diwawancarai setelah kegiatan berakhir.
Pewarta: Winatafendi
Editor: Iqbal
Ikut berbagi dengan LAZISNU: Berkah Ramadhan Bulan Berbagi dengan 1000 Dhuafa