Sejarah Peralihan Kiblat Terjadi di Pertengahan Bulan Sya’ban (2)

NU Jember
"Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan engkau ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram". (QS. al Baqarah: 144). [Ilustrasi: pcnujember.or.id]

Alasan Nabi Menghadap Baitul Maqdis
Al-Qurtubi menyebutkan ada tiga pendapat ulama mengenai perubahan kiblat ke Baitul Maqdis:

Pertama, menurut Al-Hasan, Ikrimah, dan Abu Aliyah, menghadap Baitul Maqdis itu atas dasar inisiatif Nabi sendiri.

Kedua, menurut Al-Thabari ketika di Madinah Nabi diberi pilihan antara menghadap Baitul Maqdis atau Ka’bah, kemudian Nabi memilih menghadap Baitul Maqdis, karena mengharapkan keimanan orang-orang Yahudi.

Ketiga, pendapat ini dipilih oleh mayoritas ulama, yakni pendapat dari Ibnu Abbas dan yang lain, bahwa pemindahan kiblat ke Baitul Maqdis pastinya dengan perintah Allah subhanahu wa ta’ala. (Jami’ al-Bayan fi Ahkam Al-Qur’an, jilid 2, halaman 150).

Berdasar pada pendapat mayoritas ulama, alasan Rasulullah menghadap Baitul Maqdis ialah atas perintah Allah subhanahu wa ta’ala, meski sebenarnya Rasululah shallahu ‘alaihi wa sallam lebih suka menghadap Ka’bah, namun keinginan itu tidak pernah beliau katakan, Rasulullah hanya berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala supaya kiblatnya kembali dialihkan ke Ka’bah.
Hal tersebut seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas:

رُوِيَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ: يَا جِبْرِيلُ وَدِدْتُ أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى صَرَفَنِي عَنْ قِبْلَةِ الْيَهُودِ إِلَى غَيْرِهَا فَقَدْ كَرِهْتُهَا. فَقَالَ لَهُ جِبْرِيلُ: «أَنَا عَبْدٌ مِثْلُكَ فَاسْأَلْ رَبَّكَ ذَلِكَ» فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُدِيمُ النَّظَرَ إِلَى السَّمَاءِ رَجَاءَ مَجِيءِ جِبْرِيلَ بِمَا سَأَلَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى هَذِهِ الْآيَةَ،

“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: wahai Jibril, Aku senang jika Allah subhanahu wa ta’ala memalingkan aku dari kiblat orang Yahudi ke selainnya, sungguh aku tidak menyukai itu. Jibril menjawab: Wahai Rasulullah Aku hanyalah seorang hamba sepertimu, maka mohonlah kepada Tuhanmu.”

Sejak saat itu, Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam sering terlihat memandang langit, mengharap Jibril datang membawa wahyu yang dinanti, kemudian turunlah ayat perintah untuk menghadap Ka’bah, sebagaimana dalam QS. al Baqarah: 144.

Baca juga: Sejarah Peralihan Kiblat Terjadi di Pertengahan Bulan Sya’ban (1)

Fakhruddin Al-Razi  menyebutkan beberapa alasan Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam ingin menghadap Ka’bah:

Pertama, menghadapnya Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam ke Baitul Maqdis, orang-orang Yahudi mencemoohnya dengan perkataan yang keji; “Dia berbeda Agama dengan kami, tetapi mengikuti kiblat kami, andaikata kami tidak ada (di Madinah) pasti dia tidak tahu hendak kemana mencari arah kiblat”. Maka sejak itu Nabi tidak suka menghadap kiblat orang Yahudi, dan berkeinginan menghadap ke Ka’bah.

Kedua, Ka’bah adalah kiblat Nabi Ibrahim ‘alaihi salam.

Ketiga, Rasulullah menilai dengan menjadikan Ka’bah sebagai kiblat tentu akan menjadi sebab kecenderungan orang Arab untuk masuk Islam.

Keempat, Rasulullah akan lebih senang jika kemuliaan (menghadap kiblat) ini diperoleh untuk masjid di negara dan tempat kelahirannya. (Mafatihul Ghaib, jilid 4, halaman 94).

Dampak yang Terjadi Setelah Peralihan Kiblat
Sejarah peralihan kiblat ini satu sisi memberikan suasana gembira di hati Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam, karena Allah subhanahu wa ta’ala telah mengabulkan doanya, namun di sisi yang lain peralihan kiblat membawa murka bagi orang Yahudi, orang musyrik dan menimbulkan keraguan di pihak kaum Islam yang imannya lemah (munafik).

Imam Ibnu Katsir mengatakan di dalam kitabnya jilid 1, halaman 454, bahwa orang-orang munafik menyebut Nabi sebagai orang yang plin-plan, seketika shalat menghadap ke sini (Baitul Maqdis) dan ke sana (Ka’bah).

Orang-orang Yahudi mendatangi dan memprotes Nabi:
“Hai Muhammad, apa yang menyebabkanmu beralih dari kiblat yang dulu engkau menghadapnya?, bukankah engkau mengikuti ajaran dan agama Ibrahim?, kembalilah kepada kiblatmu yang dulu (Baitul Maqdis) maka kami akan mengikuti dan mempercayaimu sebagai seorang utusan.

Perkataan orang-orang Yahudi ini tidaklah berasal dari ketulusan hati, mereka sebenarnya ingin membuat fitnah kepada Agama yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan ayat untuk membantah perkataan dusta mereka.

سَيَقُوۡلُ السُّفَهَآءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلّٰٮهُمۡ عَنۡ قِبۡلَتِهِمُ الَّتِىۡ كَانُوۡا عَلَيۡهَا ‌ؕ قُل لِّلّٰهِ الۡمَشۡرِقُ وَالۡمَغۡرِبُ ؕ يَهۡدِىۡ مَنۡ يَّشَآءُ اِلٰى صِراطٍ مُّسۡتَقِيۡمٍ

“Orang-orang yang kurang akal diantara manusia akan berkata, ‘Apakah yang memalingkan mereka (muslim) dari kiblat yang dahulu mereka (berkiblat) kepadanya?’ katakanlah (wahai Muhammad), milik Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.” (QS. Al-Baqarah: 142).

Baca juga: Pendapat Ulama Tentang Yasinan di Malam Nisfu Sya’ban

Hikmah Peralihan Kiblat
Peralihan kiblat yang dialami oleh Nabi, selain menjadi jawaban atas doanya, juga sebagai ujian dari Allah subhanahu wa ta’ala untuk membuka mata kaum muslimin, mana yang kawan dan mana lawan, mana yang keimanannya asli dan palsu.

Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Shafi Al-Rahman Al-Mubarakfuri:

وأفاد ذلك أن الضعفاء والمنافقين من اليهود الذين كانوا قد دخلوا في صفوف المسلمين لإثارة البلبلة انكشفوا عن المسلمين،

“Peralihan kiblat ke Ka’bah sejatinya menginformasikan kepada Nabi dan pengikutnya bahwa orang-orang yang lemah imannya, dan kelompok munafik dari kaum Yahudi yang telah masuk di barisan kaum muslimin sejatinya bertujuan untuk menimbulkan kekacauan.” (ar-Rahiq al-Makhtum, halaman 143).

Sebagaimana yang diterangkan Al-Qur’an:

وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi beberapa orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (QS. Al-Baqarah: 143).

Demikian sejarah singkat peralihan kiblat yang terjadi di pertengahan bulan Sya’ban, peristiwa itu menjawab doa Nabi saat setelah beliau diejek kaum Yahudi karena menghadap kiblat mereka, sekaligus sebagai ujian dari Allah subhanahu wa ta’ala untuk membuka mata kaum muslimin, mana yang kawan dan mana lawan, mana yang keimanannya asli dan palsu.

M. Asep Jamaludin Az-zahied, Sekretaris LBMNU Jember.

Kembali ke: Sejarah Peralihan Kiblat Terjadi di Pertengahan Bulan Sya’ban (1)